Tuesday, 27 December 2016

Gowes Gunung Batu

Gowes Telolet ke Gunung Batu. Gunung Batu merupakan sebuah Gunung yang terletak di Desa Sukaharja Kecamatan Sukamakmur Bogor yang memiliki ketinggian 875 Mdpl. Meskipun secara administratif gunung batu masuk dalam wilayah kab Bogor tetapi orang lebih mengenal sebagai Gunung Batu Jonggol. Tema telolet dipilih karena fenomena bus telolet yang sedang hits dihampir penjuru dunia #twitter. Sampe-sampe Donald Trum aja, presiden amrik yang baru kepilih bingung What is om telolet om?? Gak pernah maen ke Jawa sih om yang satu entu.
Senin 26 Desember 2016 berangkat dari rumah di Bojonggede sekitar jam 09.30 dengan cuaca yang panas. Sampai di Harris Hotel Sentul stok minum sudah habis langsung mampir di alfamart, beli Aqua, Pocari dan Ultra kacang ijo. Sampai di SDN Cibadak 01 sekitar pkl 13.00. Mampir dulu di warung Sop Iga seberang Mesjid. Inilah menu yang paling di idam-idamkan kalau gowes lewat jalur ini. Tanpa terasa 1 piring nasi sudah habis dilahab, lanjut sendokan piring ke-2 ditemani tahu dan tempe goreng. Perut sudah kenyang, jam 13.24 langsung lanjut kembali. Sampai di pasar Sukamakmur jam 13.42, kemudian Sholat Zuhur sekitar jam 14.00 di mushola tempat biasa. Sampai di pertigaan petunjuk papan nama, sekitar jam 15.00 kurang. Berhenti dulu di pos sambil menikmati kerupuk sisa makan di warung Sop tadi. Setelah makan kerupuk, tenaga terasa bertambah semangat gowes timbul kembali. Awal-awal saja menikmati turunan, beberapa ratus meter kemudian ketemu juga yang namanya tanjakan. Lha iyalah, masa ke gunung gak nanjak. Gunung yang lain yg gak nanjak mah. Jika dibandingkan dengan tanjakan menuju Curug Ciherang, tanjakan Gunung Batu bisa dikatakan lebih bersahabat untuk tipe dengkul macem saya. Setelah gowes selama kurang lebih 1 jam, sampai juga di Gunung Batu. Minta tolong sama ibu-ibu untuk di fotoin.
Berhenti di warung depan pintu masuk pesan kelapa muda. Maknyuusss bener... kepala yang tadinya banyak bintang-bintang berganti dengan rembulan, padahal masih sore ya. Jam 16.15 pamit pulang sama akang penjaga warung. Untuk trekking nanjak ke puncak Gunung Batu menurut keterangan si akang membutuhkan waktu sekitar 1 jam perjalanan.. Olalah...next time aja deh klo gitu. Turunan 4 km dilahap dengan cepat, bahkan kalau ada turunan 50 km juga bakalan di babat habis. Sayang setelah 4 km jalannya menjadi turun naik gak karuan, bikin perut yang kenyang jadi mules-mules kaya habis makan sambel.
Rute pulang melalui jalan Tajur Fisabilillah Pasar Citeurep dengan menggunakan lampu yang sudah disiapkan. Sampai di citeurep beli minum yang banyak kemudian isi perut dengan pecel lele. Sampai dirumah sekitar pukul 21.00 lebih dikit dengan total jarak 92 km.
Alhamdullilah gowes telolet berlangsung dengan tolelot....

Sunday, 4 December 2016

Gowes Sukamakmur jilid 2 Kota Bunga

Gowes Sukamakmur jilid II ,Bojonggede-Sukamakmur Kotabunga Puncak. Sabtu 19 November 2016 merupakan gowes untuk yang ke dua kalinya menyambangi puncak pinus. Tapi kali ini saya berencana untuk lanjut sampai warung Mang Ade Puncak. Pukul 09.14 mulai gowes dari rumah di kawasan Bojonggede melalui rute Sentul-Karang Tengah. Rute Karang Tengah ini sudah terkenal akan tanjakan-tanjakannya yang super asoy, jaraknya lebih pendek dibandingkan jika kita melalui Citeurep, maka saya memilih jalur ini. Chek point pertama di jembatan pertama, jalanannya sudah di aspal halus, jembatan lama sudah tidak ada lagi disamping jembatan baru, tetapi cat nya masih berwarna kuning.
Lewat jembatan pertama, tanjakan foto session yang jalannya sudah hancur lebur sebelumnya juga sudah mulus, sehingga cukup membantu dalam nanjak. Selepas Leuwi Hejo sampai di jembatan ke-2. Jembatan kali Cileungsi. Waktu sudah menunjukan jam 12.15, sudah waktunya makan siang. Istirahat dulu di warung jembatan. Seperti biasa pesan indomie plus teh manis sebagai bekal nanjak sampai SDN Cibadak. Sampai di SDN Cibadak sekitar jam 13.00, di tengah terik matahari yang menyengat. Jika lewat pasar Citeurep sampai SDN Cibadak biasanya bisa di tempuh dalam waktu 3 jam, tetapi kali ini saya tempuh selama 4 jam melewati karang tengah. Jarak lebih pendek tetapi waktu tempuh jadi lebih lama..hadeuh...Jangan-jangan karena faktor dengkul yang sudah teklok kali ya..haha
Setelah rolling selama 1 jam, sampai di pasar suka makmur. Istirahat makan siang, pesan Sop Iga plus teh tawar hangat untuk tenaga menghadapi tanjakan tembok. Sop iga disini dagingnya sedikit agak keras jika dibandingkan dengan Sop Iga di warung samping SDN Cibadak, sayang tadi sudah kemasukan indomie duluan sehingga tidak mampir. Lanjut kembali melahap menu rolling sampai sampai di papan petunjuk puncak pinus 4 Km. Di tengah perjalanan mampir dulu di Mushola menuaikan kewajiban.
Di Mushola ngobrol ngalor-ngidul dengan Pak Haji. Beliau asli orang Sukamakmur, bercerita kalau jalanan sukamakmur ini dahulu merupakan jalan setapak, motor pun tidak bisa lewat karena ada bagian-bagian jalan yang tidak bisa dilalui oleh motor. Jika berbelanja atau menjual hasil kebun harus di panggul atau dipikul. Hebat-hebat perjuangan orang zaman dulu, bisa survive dengan keadaan yang ada. Harga tanah di pinggir jalan sukamakmur sekrang ini menurut pak haji berkisar 150 ribu/m2, barangkali ada yang mau invest..monggo..hehe..mumpung masih murah.
Setelah cukup lama ngobrol, lanjut kembali sampai di pertigaan papan petunjuk sudah terdengar azan Ashar. Nanjak 4 km sampai Curug Ciherang menghabiskan waktu selama 2 jam..hadeuh..fisik ternyata tidak ada peningkatan dari sebelumnya. Tepat jam setengah 6 sore smpai di warung depan papan nama puncak pinus, foto-foto sebntar mendadak hujan lebat. Semakin ditunggu semakin lebat dan cuaca dalam beberapa menit saja berubah drastis menjadi gelap. Hingga pukul 19.00 hujan pun tak kunjung reda, ngobrol2 dengan si aa anak penjaga warung, jalur ke Kota Bunga masih menanjak melewati hutan pinus yang sepi dan gelap setelah itu ketemu kampung arca jalanan hancur dan juga tidak ada rumah, kalau gowes seorang diri menurut dia cukup beresiko. Sedangkan jika saya balik melewati Citereup pun, akan memakan waktu sekitar 4-5 jam, sedangkan senter untuk penerangan saya bisa bertahan selama 2 jam. Kondisi dilema seperti lagu Cerrybel benar-benar saya hadapi sekarang. Akhirnya saya mencari jalan tengah untuk mencari penginapan untuk bermalam. Si Aa warung bersedia mengantarkan ke penginapan yang murah. Penginapannya ternyata disamping tempat karaoke, semakin dilema aja nih kondisi...
Minggu Pukul 6 kurang dikit saya melanjutkan perjalanan kembali dari penginapan setelah sebelumny berpamitan dulu dengan si teteh warung depan penginapan. Memasuki pohon pinus dengan udara pagi yang masih segar seperti terapi oksigen murni bagi tubuh. Lewat Curug Cipamingkis foto dulu di depannya. Nanjak kembali melewati hutan pinus sejauh kurang lebih 4km dengan disuguhi pemandangan yang indah dan udara yang segar. Memasuki kampung Arca, rumah2nya mirip seperti rumah plasma di kebanyakan perkebunan, jalanannya banyak titik-titik yang berlumpur. Mungkin ini yang dimaksud oleh si aa warung, kalu hujan lumpurnya turun sampai se betis hingga motor pun susah lewat. Jarak sekitar 7km treknya masih turun naik seperti menyebrang dari lembah satu ke lembah lainnya. Vegetasinya menjadi perkebunan tanaman budidaya yang diusahakan oleh masyarakat lokal. Setelah menumpuh sekitar 11km dari puncak pinus, setelah melewati SMPN 3 Cipanas, jalannya mulai diaspal cukup halus dengan jalur yang lebih banyak turun. Setelah 2 jam nyetir sepeda, akhirnya sampai di jln.Hanjawar kota bunga, disamping kiri Indomaret dan disamping kanan Alfamart. Saya pilih yang tengah-tengah saja..karena di tengah ada tukang lontong sayur..hehe
Jam setengah 9 lanjut kembali, buka google map, jarak ke warung mang ade sekitar 7,3km dengan kontur yang 99 persen nanjak,0,1 persen datar, 0 persen turunan..heehe.. Tanjakan Ciloto demikian para goweser menyebut tanjakan ini, jaraknya sekitar 4.5 km elevasinya tidak begitu curam tetapi berat dilalui. Baru melahap 2km saya beristirhat dulu diwarung dengan balai-balai tak bertuan. Tidak lama kemudian lewat beberapa goweser dengan jersey Godabike. Sesuai dengan namanya, sepertinya sangat menggoda untuk di ikuti. Kemudian saya mengikuti salah satu goweser itu, dengan kecepatan konstan sekitar 5-6 km/jam saya terus ikuti dari belakang hingga samapai di warung mang ade sekitar jam 10.30.
Langsung saja comot pisang dan pesan teh manis untuk menemani sop iga. Kayanya pulang-pulang harus cek kolesterol nih karena 2 hari berturut-turut di hajar sop iga. Setelah foto-foto lanjut pulang dengan membawa oleh2 kolesterol di badan..hehe.. sampai di rumah tepat pukul 13.00 dengan total jarak 117 km. Alhamdulillah.

Sunday, 9 October 2016

Gowes Gunung Dahu

Gowes Kekinian ke Gunung Dahu. Gunung Dahu terletak di Desa Pabangbon Kecamatan Leuwiliang. Merupakan hutan pinus tetapi di dalamnya terdapat Hutan Penelitian pohon Meranti yang disponsori oleh Komatstu. Jika Sentul terkenal akan KM 0 nya, di daerah Leuwiliang terdapat track Gunung Dahu yang identik dengan Km 0 Sentul. Sudah mulai bosan dengan Km 0? Mungkin tidak ada salahnya mencoba track yang satu ini.
Start dari rumah di Bojonggede sekitar jam 8 melewati Batu Gede masuk ke kampung-kampung kemudian tembus di Cimanggu City. Sampai di Lapangan bola depan Kecamatan Leuwiliang sekitar jam 09.45, berhenti dulu di Alfamart beli air untuk bekal nanjak. Istirahat 15 menit lanjut gowes kembali sampai ketemu papan petunjuk SMP Negeri 4 Leuwiliang di sisi kanan jalan, langsung saja belok mengikuti petunjuk arah. Jalanan lambat laun berubah dari awalnya datar perlahan-lahan mulai menanjak. Jarak menuju Hutan penelitian Meranti yang di sponsori Komatsu dari jepang sekitar 6 km lebih. Estimasi saya menyelesaikan sampai puncak hutan pinus sekitar 3 jam, artinya jam 13.00 saya perkiraan sampai di puncak Gunung dahu. Berbicara mengenai tanjakan, sepertinya tidak perlu dibahas panjang lebar karena jalan menuju puncak dahu isinya tanjakan semua. Kalo kata Sutan Bathoegana mah:’ngeri-ngeri sedap.’. Melewati SDN 02 Pabangbon, istirhahat dulu di saung pinggir jalan. Ya..disapanjang ini memang banyak saung-saung di pinggir jalan, jadi tidak perlu susah payah untuk cari-cari tempat istirahat untuk sekedar duduk atau tidur-tiduran. Sayup-sayup terdengar suara azan zuhur. Sedang asik rebahan, tiba-tiba dikejutkan oleh sosok ibu-ibu pengajian, duduk persis di dekat kepala saya. Hadeuh...
Petujuk SMPN 4 Leuwiliang di JL.Raya Karacak
Tanjakan Kandang Sapi
Jalanannya sepi
Pemandangan yang di lalui
Saya ajak ngobrol si ibu, kebetulan di bawah ada tulisan gunung menir dengan tanda panah ke kanan. Gunung menir yang ada Curug Ciparay bukan?? Ternyata di jawab sanes(beda). Gunung Menir yang disini tidak ada Curugnya. Si ibu kemudian bercerita kalau belum lama ini ada kecelakaan di Hutan Pinus. Dahulu sebelum ditanami meranti, merupakan hutan pinus dan sampai sekarang masih terdapat pohon-pohon pinus sehingga masyarakat sekitar sini mengenalnya sebagai hutan pinus. Motor mengangkut derigen bensin bertabrakan dengan motor dari arah yang berlawanan sehingga terjadi kecelakaan yang memuat tubuh pembawa bensin terbakar kemudian meninggal ditempat. Sedangkan pengendara lainnya meninggal setelah beberapa hari di rawat di rumah sakit. Wah..serem juga denger cerita si ibu. Ditambahkan olehnya, dihutan Pinus sering terjadi kecelakaan. Tetapi ketika akan saya tanyakan lebih detail lagi soal kecelakaan lainnya, si ibu dihampiri oleh teman-temannya untuk mulai berjalan ke arah perkampungan, sepertinya sih mau kondangan atau pengajian dilihat dari pakaiannnya. Mangga bu...
Lanjut gowes lagi di tengah terik matahari yang menyengat, setengah jam kemudian mulai memasuki hutan Pinus, udara yang tadi panas berubah menjdi sejuk seperti di AC inverter dengan angin yang sepoi-sepoi. Sayonara panas!! Oalah..bikin mata jadi ngantuk ini mah. Karena penasaran akan akhir dari jalanan ini, setelah foto-foto lanjut nanjak kembali, sampai habis di atas langsung berubah menjadi turunan asik...hingga sampai di pertigaan ada sebuah warung..istirahat dulu ganjal perut karena sudah jam 13.00 lebih dikit..
Tanjakan Setan
Pemandangan setelah tanjakan Setan
Masuk Hutan Penelitian Meranti
Langsung pesen teh manis hangat sama teteh warung sekalian pesen indomie pake telor. Makan siang kali ini sepertinya hanya ketemu indomie, Kemudian bertanya sama si teteh warung jalannya kalau terus tembus dimana. Ternyata jalannya tembus di daerah nanggung. Jalannya jelek tetapi tinggal turun aja katanya. Dengar kata turunan membuat hati saya berbunga-bunga. Setelah membayar dan mengucapkan terimakasih sama si teteh, saya bersemangat kembali melanjutkan perjalanan.
Warung si teteh
Turunan tajam langsung di libas dengan sekejap, dan begitupun dengan turunan-turunan berikutnya. Hingga pada suatu ketika, saya melihat jalanan batu di depan mata saya yang membuat bunga-bunga di hati saya kuncup dengan seketika. Kebetulan di depan ada saung dan ada bapak-bapak yang sedang duduk saya menanyakan jalan untuk sampai ke Leuwiliang. Si bapak memberikan petunjuk lurus saja, nanti ketemu jalan raya nanggung ambil ke kanan. Jalanan rusak ini paling Cuma beberapa ratus meter saja, nanti setelah itu bagus kembali, demikian penjelesan si bapak. Sebelum menjajal tanjakan batu saya keluarkan kamera pocket saya, karena hp saya sudah mati total. Foto-foto sebentar sebagai barang bukti..hehe. Meskipun tidak kuat nanjak, tetapi yang penting bukti-buktinya kuat..hihi..
Tanjakan Batu
Di tengah tanjakan mulai gowes lagi, karena malu ada 2 anak kecil yang ternyata memperhatikan saya entah sejak kapan. Untunglah meski pelan berhasil gowes perlahan-lahan, 2 anak kecil terus saja mengikuti saya dari belakang, tetapi ketika saya meminta mereka mendorong saya mereka mengacuhkan permintaan saya..aduhh,,apesss banget. Harusnya dikasih uang kali yaa..hehe..lupa.
Jalanan sudah menurun kembali, 2 anak kecil tadi sudah tidak terlihat lagi dari pandangan saya. Ketemu pertigaan, terpaksa cari penduduk sekitar buat tanya-jawab. Saya bertanya mereka menjawab. Ketemu ada ibu yang keluar dari rumahnya sambil menggendong anak, diberitahukan kalau mau ke Leuwisadeng belok kanan terus kiri, kalau lurus buntu. Hatur nuhun ibuu....
Turunan disini bener-bner serem,salah pencet rem bisa-bisa jumpalitan alias nyungsep. Saya tidak dapat membayangkan kalau rutenya dibalik, bisa-bisa pulang saya mencret-mencret.
Akhirnya sampai juga di jalan raya, tertulis jalan raya antam. Saya ambil kanan sesuai petunjuk si Bapak saung. Gowes beberapa ratus meter ketemu indo maret, ciri-ciri yang menandakan adanya peradaban. Oh..syukurlah ucap saya dalam hati. Mampir dulu dulu ah beli minuman buat tambahan stok di jalan. Saat membayar,si Kasir Indomaret bertanya kepada saya. Habis darimana pak? Dari gunung atas mbk, sambil tangan saya menunjuk ke arah belakang indomaret. Kemudian saya beritahu kalau saya dari kampung Nangela...sesuai yang saya baca di rumah penduduk. HaaHH!! Si mbak terkejut dan langsung diam seribu bahasa.
Jalanan yang terlihat rata tetapi ternyata berupa turunan panjang yang kadang diselingi tanakan-tanjakan kecil yang bikin emosi.
Sampai pasar leuwiliang terdengar suara azan Ashar, menunjukan waktu pukul 3 lebih. Jarak tempuh sudah sekitar 60km lebih. Melipir dulu di rumah saudara di Galuga. Ishoma dan ngobrol2 sampai jam 7 mlm, setelah itu pamit pulang. Sampai di rumah pukul 20.46 dengan total jarak tempuh sekitar 92 km. Alhamdulillah....

Friday, 2 September 2016

Gowes Pura Jagatkarta

Rabu 17 Agustus 2016 Gowes Independent day ke Pura Jagatkarta. Di saat orang-orang sedang upacara bendera, saya mbandel membolos. Selagi bendera masih merah putih, Indonesia masih raya, dan Pancasila masih tetap lima dasar, jiwa raga saya masih setia untuk menggowes. Tidak sekali-kali pun saya berganti Pasport, niatan berganti saja tidak pernah terbersit sekalipun. Wong...keluar negeri aja blum pernah, gimana mau ganti pasport. Paling banter juga saya ganti celana dalem...psssttt....ya sudahlah, segala urusan sudah saya kembalikan.
Start dari Bojonggede sekitar jam sembilan lebih dikit, kalau gowes sendiri memang suka-suka kita untuk mengatur waktu. Rencana rute kali ini saya akan ke Pura jakatkarta via Demit. Kemudian pulangnya akan melewati Curug Nangka menuju Gunung Malang tembus Situ Daun. Di Perumahan Alam Tirta Ciomas saya dikejutkan oleh pesepeda dari belakang yang tiba-tiba akan menyalip saya. Ternyata-eh ternyata saya berjumpa dengan Om Leo salah satu master gowes Bobico. Karena beliau tidak jadi ke Sukamantri karena sudah siang, beliau bersedia menemani saya ke Pura Jagatkarta melalui Warung Loa. Be te we, disaat yang bersamaan di Sukamantri berbagai grup sepeda sedang melakukan upacara bendera. Sukurlah ada teman mbandel untuk menemani bolos. Sampai di Demit, sudah bisa ditebak beliau ngacir di depan, bahkan ketika saya menyelesaikan tanjakan, beliau turun lagi mengulang tanjakan. Benar-benar sosok yang super sekali om yang satu ini. Dikala goweser lain menghindari tanjakan, beliau malah mengulangi tanjakan yang berjuluk dedemit ini. Luar biasa. Benar-benar Out Of The Box....."
Setelah Demit terlewati, beliau langsung tancap pedal kembali sampai tidak kelihatan jejak-jejak sadelnya sekalipun. Beliau menunggu di pertigaan yang merupakan pertemuan jalan dari arah Ciapus. Hampir jam 12 siang, matahari sangat menyengat semakin mempercepat rasa lelah menggowes. Beberapa saat menggowes belok kiri melalui jalur alternatif yang biasa di sebut sebagai Warung Loa. Jalannya sudah Semen cor, tetapi setelah melewati SMA Negeri Taman Sari kemudian belok kanan, masuk jalan aspal yang sebagian besar jalannya sudah banyak yang rusak aspalnya. Kaka- kiri jalannya banyak di tumbuhi pohon sehingga lebih rindang jika dibandingkan melewati jalan raya. Di tengah jalur kami disuguhi turunan yang cukup panjang yang menimbulkan kecurigaan dari saya. Ternyata kecurigaan saya benar, kami sampai di jalan raya Ciapus kembali tidak jauh dari petunjuk papan ke arah Pura Jagatkarta. Kami ternyata salah belok. Terpaksa harus nanjak kembali dari jalan raya ke Pura, suatu yang menjadi berkah di tengah hari bolong. Di depan Pura kami istirahat sejenak mengisi Botol minuman yang telah kosong. Tujuan selanjutnya yaitu tower di atas Pura. Sampai di atas tower kami berdua terkejut karena lapangan yang terdapat di atas tower telah berbubah menjadi warung Nawacita dengan bendera merah putih di pelataran parkirnya. Nawacita berasal dari bahasa Sansekerta. Nawa artinya Sembilan dan Cita artinya Harapan/Keinginan. Mungkin Pemilik warungnya memiliki sembilan harapan terhadap keberadaan warung ini. Atau mungkin juga beliau simpatisan Ki joko bodo..lho kok jadi melebar kemana-mana. Istirahat sejenak di payung-payung yang telah disediakan, tapi sayang payungnya tidak ada girl nya. Emangnya mau balap motor pak...
Gowes 19 Desember 2015
Desember 2015 masih berupa tanah lapang
Cuaca gerimis dan petir seakan di atas kepala tapi tetap selfi juga
Gowes 17 Agustus 2016
Di pinggir lapangan sudah di turap
Titik saat tahun 2015 memphoto
Lapangan sudah berubah menjadi lahan parkir
Dari warung kami nanjak lagi untuk menuju single trek tembus tidak jauh dari pintu tiket Curug nangka. Treknya lumayan komplit juga ternyata hari ini, aspal, batu, singletrek..
Sampai di depan pertigaan Curug Nangka, kami makan siang dulu di warung nasi. Menu Nasi telor plus Sayur tahu membuat kaki bertenaga kembali. Jalan yang akan dihadapi adalah rolling ke arah Curug Luhur sekitar 5 km. Kalau Cuma 5 km sepertinya telor dan tahu masih sanggup untuk melibas tanjakan-tanjakan ke curug luhur. Rolling sejauh 5 km dilakoni dengan catatan waktu sekitar 30 mnit saja. Bener-bener ngap ngapan kalau gowes ngikutin master, bukan kembang kempis, tapi nafas udah kaya kembang tahu karena kebanyakan makan tahu tadi. Sebelum Curug Luhur kami belok kanan ke arah Gn.Malang yang akan tembus ke arah Situ Daun. Setelah Situ daun kami belok kiri ke arah Tenjolaya. Sampai di Jembatan Cinangneng pukul 14.00 lebih dikit, kami berpisah, saya belok kanan sedangkan om Leo belok kiri menuju saudaranya di Cikampak.
Cuaca yang terik membuat saya mendekam di warung pingir jalan menunggu panasnya turun, kalau dikasih parasetamol mungkin panasnya lebih cepat hilang kali ya....
Jam Setengah 3 kembali meneruskan perjalanan pulang dan tiba di rumah sekitar pukul 16.00 kurang dikit. Alhamdulliah gowes kali ini berjalan dengan lancar meskipun sempat kesasar..haha.. MERDEKAAAA.... !!!
Salam Tax Amnesty.....
Special Thanks to: Om leo,Master Gowes from bobico, who takes the picture in this trip.

Sunday, 28 August 2016

Gowes Prasasti Ciaruteun

Gowes Mukidi ke Prasasti Ciaruteun. Minggu tanggal 28 Agustus 2016 mengambil tema Mukidi yang sedang menjadi viral di social Media. Rute yang diambil yaitu Bojonggede-Rancabungur-Ps.Ciampea-Prasasti Ciaruteun- Desa Cidokom-Desa Gobang-Desa Mekar Jaya(Kp. Jengkol) -Desa Karehkel-Ps. Leuwiliang-Dramaga-Bubulak- Yasmin kemudian kembali ke Bojonggede. Berangkat dari rumah di kawasan Bojonggede pukul 09.24 dengan cuaca yang gelap cenderung akan turun hujan. Untuk jaga-jaga agar tidak basah kuyup di jalan maka jas hujan dibawa di backpack.
Untuk menuju Pasar Ciampea saya mengambil rute Diklat Aparatur Perhubungan, letaknya sebelum Parung Kahuripan jika dari arah Bogor. Jika dibandingkan Jalan Atang Sandjaya, rute ini relatif lebih sepi kendaraan bermotor jadi lebih bersahabat untuk peseda. Kalau dari bacaan alamat di rumah yang ada dijalan, nama daerahnya Kemang Udik. Jalannya masih banyak sawah dan ladang di kanan-kiri jalan, dan dipertengahan jalan ada perkebunan Kelapa sawit. Sampai di jalan ranca Bungur ambil ke kiri menuju pertigaan arah atang sandjaya dan Ps.ciampea. Sampai dipertigaan ambil ke kanan lngsung ketemu turunan sampai jembatan Cisadane disambut dengan tanjakan sampai pasar Ciampea. Sesaat sebelum Pasar langsung berbelok ke Kanan menuju ciaruteun. Beberapa Saat kemudian sampai di pertigaan yang terdapat petunjuk Prasasti Ciaruteun. Take Picture langsung berbelok turun sampai di jembatan dan di depan terlihat jalanan yang menanjak. Pelan-pelan berhasil di lalui tidak lama kemudian sampai di papan nama situs Ciaruteun. Jarak dari pertigaan papan petunjuk ternyata tidak begitu jauh yaitu sekitar 1 Km. Foto-foto sebentar lalu meneruskan perjalanan kembali.
Petunjuk arah Pusbang SDM Perhubungan
Danau depan Pusbang Perhubungan
Melewati Kebun sawit
Papan petunjuk arah Prasasti Ciaruteun
Jembatan setelah petunjuk arah Prasasti Ciaruteun
Lokasi Prasasti Ciaruteun
Target selanjutnya yaitu menjajal 2 tanjakan; Tanjakan Kebun Karet danTanjakan Jengkol. Sampai di jembatan Kali Cisadane ada sepeda yang sudah nongkrong terlebih dahulu. Setelah berkenalan, beliau ternyata Om Purnomo, gowes dari Bogor- Ciampea-leuwilliang via latihan Angkatan Darat kemudian masuk ke Karehkel, kebalikannya dari saya. Setelah cukup lama bercakap-cakap kami pun masing-masing melanjutkan Perjalanan kembali. Melintasi jembatan disambut tugu selamat datang di Desa Cidokom. Denger-denger di cidokom ini ada track buat DH, tapi gak tau di sebelah mana. Ketemu pertigaan ambil ke kiri ke arah Leuwiliang, kalau ke kanan ke arah rumpin lanjut ke Cisauk Tangerang. Ini merupakan Jl.Raya Gobang Rumpin, karena letaknya di Desa Gobang. Jalannya sangat cocok untuk rute sepeda karena relatif sepi dari kendaraan bermotor. Tidak lama kemudian target pun terlihat di depan, yaitu tanjakan Kebun Karet. Tanjakan ini tipenya mirip dengan tanjakan depan Rainbowhil, tetapi agak sedikit lebih pendek. Walaupun lebih pendek tapi tetap saja membuat nafas nubie ngos—ngosan. Di atas tanjakan berhenti dulu di tukang Cincau, langsung order 1 gelas es cingcau. Ngobrol ngalor-ngidul dengan si bapak cingcau, sambil sesekali saya melongo liat wajah si bapak saat dia berbicara. Karena dia berbicara almost full sundanese dan banyak kalimat-kalimat yang dia lontarkan yang vocab nya saya tidak mengerti. Masih menurut penjual cincau, Sabtu kemarin ramai oleh pesepeda dari Serpong ke arah Leuwiliang yang mampir membeli Cincau. Badannya besar-besar, tetapi ketika saya tanyakan tentara atau bukan,dia terus saja bercerita dengan bahasa yang semakin saya tidak mengerti. Hadeuh... Untuk para orangtua, di kebun karet ini menurut si bapak cingcau suka ada anak gadis yang teriak minta tolong, tapi bukan setan, melainkan karena perbuatan teman kencannya, so all parents must be take care their daughter. ya elah tong, lu pake bahasa inggris segala, bahasa Sunda aja lu kaga ngattrii..haha
eittt..jangan salah, gini-gini gw pernah di Leiden ngambil Magister Sastra Sunda lho. Emang ada di Leiden S2 Sastra Sunda??? Kagakkk...!!! GubraKkk!! Udah tau gak ada pake nanya lagi lo.
Setelah mebayar 2 gelas Cingcau, langsung cabut lagi. Kok 2 gelas?? iya karena saya tadi nambah denger cerita si bapak tentang anak gadis..hehe..Asik bener menikmati turunan sampai Jembatan kali Cisadane..tapi belum apa-apa sudah terlihat Tanjakan Jengkol, inilah tanjakan yang seperti diberitahukan om Purnomo tadi. Terletak di Kp. Jengkol jadilah kenapa ini disebut tanjakan Jengkol. Tanjakan ini masih saudaraan dengan Tanjakan Jengkol di belakang Patung Kuda...Mungkin ini adiknya, soalnya ini jengkol masih tergolong beweh alias jengkol muda. Bisa dilihat dari elevasi dan panjang tanjakannya. Kapan-kapan nanti dicoba dicari dimana emak bapaknya berada
Jembatan Cisadane
Tanjakan Kebun Karet
jalanan yang melewati depan TPA Galuga
Tanjakan Jengkol disini tidak separah tanjakan Jengkol Patung Gajah Tajur Halang, meskipun curam tetapi tidak membuat ban depan ajrut-ajrutan. Target ke dua sudah dilewati akhirnya sampai di perempatan; jika lurus menuju Ps. Leuwiliang atau belok kiri melewati pembuangan sampah Galuga sedangkan ke kanan ke Terminal Lwliang. Ditakutkan melewati pasar akan macet, maka saya memilih belok kiri melewati pembuangan sampah galuga, sedikit memotong tapi jalannya menanjak melewati bukit. Sekalian juga menjajal tanjakan ini, karena sebelum-sebelumnya selalu lewat pasar. Di tengah usaha mendaki bukit meski dengan perlahan-lahan aroma sampah busuk menggangu pernafasan. Ternyata saya salah mengambil keputusan, bau sampahnya membuat tidak nyaman dalam menggowes. Tidak rekomended untuk bersepeda melalui jalan ini. Kecuali dari arah sebaliknya, agak sedikit mendingan, bau sampah akan tercium saat turunan. Sampai di cibatok sekitar jam 1, mampir di warung Padang mengingat perut sudah bernyanyi sumbang. Sekitar jam 13.20 lanjut kembali dibawah panasnya terik matahari.
Hari ini cuacanya sangat tidak konsisten alias tidak karuan. Kadang gelap seakan mau turun hujan, panas terik, gerimis tetapi tidak hujan-hujan juga. Sampai di rumah sekitar jam 14.58 dengan total jarak tempuh 68 KM. Di tutup dengan Alhamdulillah.....

GOWES CIORAY-SUKAMAKMUR

CIORAY-SUKAMAKMUR Senin 28 Pebuari 2022 bertepatan dengan hari libur Isra Miraj gowes dengan tujuan Cioray Sukamakmur. Setelah membaca berit...