Petujuk SMPN 4 Leuwiliang di JL.Raya Karacak
Tanjakan Kandang Sapi
Jalanannya sepi
Pemandangan yang di lalui
Saya ajak ngobrol si ibu, kebetulan di bawah ada tulisan gunung menir dengan tanda panah ke kanan. Gunung menir yang ada Curug Ciparay bukan?? Ternyata di jawab sanes(beda). Gunung Menir yang disini tidak ada Curugnya. Si ibu kemudian bercerita kalau belum lama ini ada kecelakaan di Hutan Pinus. Dahulu sebelum ditanami meranti, merupakan hutan pinus dan sampai sekarang masih terdapat pohon-pohon pinus sehingga masyarakat sekitar sini mengenalnya sebagai hutan pinus. Motor mengangkut derigen bensin bertabrakan dengan motor dari arah yang berlawanan sehingga terjadi kecelakaan yang memuat tubuh pembawa bensin terbakar kemudian meninggal ditempat. Sedangkan pengendara lainnya meninggal setelah beberapa hari di rawat di rumah sakit. Wah..serem juga denger cerita si ibu. Ditambahkan olehnya, dihutan Pinus sering terjadi kecelakaan. Tetapi ketika akan saya tanyakan lebih detail lagi soal kecelakaan lainnya, si ibu dihampiri oleh teman-temannya untuk mulai berjalan ke arah perkampungan, sepertinya sih mau kondangan atau pengajian dilihat dari pakaiannnya. Mangga bu...
Lanjut gowes lagi di tengah terik matahari yang menyengat, setengah jam kemudian mulai memasuki hutan Pinus, udara yang tadi panas berubah menjdi sejuk seperti di AC inverter dengan angin yang sepoi-sepoi. Sayonara panas!! Oalah..bikin mata jadi ngantuk ini mah. Karena penasaran akan akhir dari jalanan ini, setelah foto-foto lanjut nanjak kembali, sampai habis di atas langsung berubah menjadi turunan asik...hingga sampai di pertigaan ada sebuah warung..istirahat dulu ganjal perut karena sudah jam 13.00 lebih dikit..
Tanjakan Setan
Pemandangan setelah tanjakan Setan
Masuk Hutan Penelitian Meranti
Langsung pesen teh manis hangat sama teteh warung sekalian pesen indomie pake telor. Makan siang kali ini sepertinya hanya ketemu indomie, Kemudian bertanya sama si teteh warung jalannya kalau terus tembus dimana. Ternyata jalannya tembus di daerah nanggung. Jalannya jelek tetapi tinggal turun aja katanya. Dengar kata turunan membuat hati saya berbunga-bunga. Setelah membayar dan mengucapkan terimakasih sama si teteh, saya bersemangat kembali melanjutkan perjalanan.
Warung si teteh
Turunan tajam langsung di libas dengan sekejap, dan begitupun dengan turunan-turunan berikutnya. Hingga pada suatu ketika, saya melihat jalanan batu di depan mata saya yang membuat bunga-bunga di hati saya kuncup dengan seketika. Kebetulan di depan ada saung dan ada bapak-bapak yang sedang duduk saya menanyakan jalan untuk sampai ke Leuwiliang. Si bapak memberikan petunjuk lurus saja, nanti ketemu jalan raya nanggung ambil ke kanan. Jalanan rusak ini paling Cuma beberapa ratus meter saja, nanti setelah itu bagus kembali, demikian penjelesan si bapak. Sebelum menjajal tanjakan batu saya keluarkan kamera pocket saya, karena hp saya sudah mati total. Foto-foto sebentar sebagai barang bukti..hehe. Meskipun tidak kuat nanjak, tetapi yang penting bukti-buktinya kuat..hihi..
Tanjakan Batu
Di tengah tanjakan mulai gowes lagi, karena malu ada 2 anak kecil yang ternyata memperhatikan saya entah sejak kapan. Untunglah meski pelan berhasil gowes perlahan-lahan, 2 anak kecil terus saja mengikuti saya dari belakang, tetapi ketika saya meminta mereka mendorong saya mereka mengacuhkan permintaan saya..aduhh,,apesss banget. Harusnya dikasih uang kali yaa..hehe..lupa.
Jalanan sudah menurun kembali, 2 anak kecil tadi sudah tidak terlihat lagi dari pandangan saya. Ketemu pertigaan, terpaksa cari penduduk sekitar buat tanya-jawab. Saya bertanya mereka menjawab. Ketemu ada ibu yang keluar dari rumahnya sambil menggendong anak, diberitahukan kalau mau ke Leuwisadeng belok kanan terus kiri, kalau lurus buntu. Hatur nuhun ibuu....
Turunan disini bener-bner serem,salah pencet rem bisa-bisa jumpalitan alias nyungsep. Saya tidak dapat membayangkan kalau rutenya dibalik, bisa-bisa pulang saya mencret-mencret.
Akhirnya sampai juga di jalan raya, tertulis jalan raya antam. Saya ambil kanan sesuai petunjuk si Bapak saung. Gowes beberapa ratus meter ketemu indo maret, ciri-ciri yang menandakan adanya peradaban. Oh..syukurlah ucap saya dalam hati. Mampir dulu dulu ah beli minuman buat tambahan stok di jalan. Saat membayar,si Kasir Indomaret bertanya kepada saya. Habis darimana pak? Dari gunung atas mbk, sambil tangan saya menunjuk ke arah belakang indomaret. Kemudian saya beritahu kalau saya dari kampung Nangela...sesuai yang saya baca di rumah penduduk. HaaHH!! Si mbak terkejut dan langsung diam seribu bahasa.
Jalanan yang terlihat rata tetapi ternyata berupa turunan panjang yang kadang diselingi tanakan-tanjakan kecil yang bikin emosi.
Sampai pasar leuwiliang terdengar suara azan Ashar, menunjukan waktu pukul 3 lebih. Jarak tempuh sudah sekitar 60km lebih. Melipir dulu di rumah saudara di Galuga. Ishoma dan ngobrol2 sampai jam 7 mlm, setelah itu pamit pulang. Sampai di rumah pukul 20.46 dengan total jarak tempuh sekitar 92 km. Alhamdulillah....